Yogyakarta –

Pasar Kembang di Yogyakarta identik dengan prostitusi. Rupanya, dulu kawasan ini merupakan tempat yang betul-betul menjajakan bunga.

Gang Sosrowijayan yang ada di antara Malioboro dan Stasiun Tugu, tepatnya di Kalurahan Sosromenduran, Kemantren Gedongtengen, Yogyakarta. Salah satu gang di area ini, gang 3, berkembang menjadi kawasan prostitusi. Sementara itu, gang 1 dan 2 merupakan gang 1.000 penginapan murah favorit traveler.

Gang ini dibangun saat Malioboro belum menjadi pusat wisata Yogyakarta. Saat Keraton dan Kota Yogyakarta berdiri pada 1756, bahkan belum ada Malioboro.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT

Barulah pada awal abad ke-19, Belanda mulai membangun daerah sekitar Gang Sosrowijayan, seperti Benteng Vredeburg, Gedung Agung, gedung-gedung di Malioboro, dan Stasiun Tugu. Pembangunan fasilitas umum tersebut memicu pula kemunculan kebutuhan akan penginapan.

“Orang turun dari stasiun itu cari penginapan, dulu orang dari Bantul mau dagang sama turis itu datang terus nginap di rumah-rumah warga. Tapi dulu kan istilahnya buat yang menengah ke bawah. Akhirnya karena permintaan, mulai lah dibangun lebih besar,” kata Jhon Timpleng, ketua RT setempat.

Nah, makanya berkembanglah area penginapan di gang 1 dan 2 Sosrowijayan itu dan awet hingga saat ini.

Selain itu, tumbuh pula bisnis baru yang berkembang pada zaman kolonial Belanda, yaitu bisnis prostitusi yang terkenal di Gang 3. Di sana berlangsung aktivitas seks komersil yang melibatkan pekerja perempuan, muncikari, dan warga penjaga yang ikut menawarkan jasa pada orang-orang yang lewat.

Gang Sosrowijayan ini dikenal pula dengan sebutan Pasar Kembang atau Sarkem. Kembang di sini sering diibaratkan pada wanita-wanita PSK di dalamnya. Namun sebenarnya, sebelum pembangunan, daerah ini memang merupakan tempat berjualan bunga atau kembang untuk upacara atau ziarah. Mulai tahun 1960-an pasar tersebut pindah ke kawasan Kotabaru.

Kini, makna kembang di Sarkem telah bergeser. Saat mendengar kata Sarkem, biasanya yang terlintas di benak orang-orang adalah tempat transaksi prostitusi.

Menurut Budayawan Yogyakarta, Ahmad Charis Zubair, Gang 3 secara spesifik menjadi lokasi prostitusi atas kesepakatan bersama warga. Karena Sarkem bukan hanya didatangi turis lokal, tapi juga turis luar yang kemungkinan besar tidak tahu soal praktik ini.

Charis menyebut perbedaan itu penting untuk menghindari kesalahan destinasi wisatawan yang datang. Di sisi lain, perbedaan mencolok aktivitas di gang-gang Sosrowijayan itu mempermudah memantau kawasan prostitusi agar tidak menyebar ke mana-mana.

“Ada kebutuhan laki-laki hidung belang ya, kalau itu datangnya ke Gang 3. Kalau niatnya mau ke salon atau hotel lalu ditawari pijat dan tambahan lain yang berbau seksual gitu kan susah,” kata Charis.

Simak Video “Penampakan Aspal Pecah di Jalan Pasar Kembang Surabaya”
[Gambas:Video 20detik]
(fem/fem)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *