Karangasem –
Sebagai desa favorit wisatawan, Desa Tenganan memiliki warisan budaya yang sekaligus cocok menjadi oleh-oleh yang autentik dan mewah. Kain gringsing namanya.
Kain gringsing adalah salah satu warisan budaya kuno Bali yang dimiliki oleh Desa Tenganan sebagai salah satu desa yang tergabung dalam Bali Aga. Eksistensi dari kain gringsing bertahan hingga kini sebagai satu-satunya tenun ikat ganda asal Indonesia.
Tamping Takon Tebenan Desa Tenganan, I Putu Suarjana, mengatakan kain gringsing berasal dari kata “gering” yang berarti sakit dan “sing” yang artinya tidak. Maka gringsing dapat diartikan sebagai kain tenun yang membuat pemakainya terhindar dari sakit.
Untuk menghasilkan kain gringsing, masyarakat Desa Tenganan 100% menggunakan bahan-bahan yang alami dan buatan tangan. Proses pembuatannya pun terbilang cukup rumit dan memakan waktu yang lama.
Pasek salah satu warga lokal Desa Tenganan yang juga menjual kain gringsing mengaku untuk menghasilkan kain gringsing dibutuhkan waktu 2-5 tahun.
Pertama kapas akan dipintal menjadi sebuah benang alami. Dalam kurun waktu tiga tahun, benang kapas akan diberi warna.
“Untuk ngerem atau memberi warna saja bisa menghabiskan sekitar iga tahun,” kata Pasek.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pewarna Alami
Kain gringsing, oleh-oleh khas Desa Tenganan Pegringsingan Foto: Ni Made Nami Krisnayanti
Kain Tenun Gringsing secara umum memiliki tiga warna yang disebut dengan Tridatu. Yakni, warna merah, kuning, dan hitam.
Menurut Made Asti, salah satu penjual kain gringsing lainnya, pemberian warna untuk benang kain gringsing itu menggunakan pewarna alami. Untuk tahap pertama, pewarna kuning dari minyak kemiri yang dilakukan selama dua bulan.
Setelah dilakukan pewarnaan pertama, dilanjutkan dengan proses pembuatan motif. Dengan mengikat benang menggunakan tali kubal yang terbuat dari kayu. Benang diikat sesuai dengan motif yang ingin dibuat.
Lalu, dilanjutkan dengan pewarnaan kedua menggunakan pewarna merah dari akar morinda yang dilakukan setiap tiga bulan dan dilakukan sebanyak 4-5 kali untuk memperoleh warna yang bagus. Terakhir, dilakukan pewarnaan ketiga yaitu hitam dari daun indigo/taum berwarna biru yang dicelup lagi oleh warna merah.
Setelah pemberian warna dan pembuatan motif selesai, benang akan ditenun selama sekitar tiga bulan untuk kain gringsing yang berukuran sedang.
“Kalau menenun kain gringsing yang ukuran sedang sekitar 3 bulan. Makanya mahal,” kata Pasek.
Karena melalui proses yang sangat panjang dan rumit. Tak dipungkiri jika kain gringsing menjadi salah satu oleh-oleh autentik dan mewah khas Desa Tenganan Pegringsingan yang ada di Karangasem Bali itu. Jika traveler ingin membawa kain gringsing harus siap merogoh kocek bekisar antara Rp 1,8 juta untuk kain gringsing berukuran kecil dan Rp 3,5 juta untuk yang berukuran sedang.
Kain gringsing memiliki berbagai macam motif yang indah dan tentunya dengan makna yang berbeda. Contohnya motif cemplong yang menjadi ciri sebuah bunga besar di antara bunga kecil di sekitarnya. Motif sanan empeg yang identik dengan kotak poleng merah hitam.
Ada juga motif lubeng yang menjadi ciri kalajengking dan motif cecempakaan dengan ciri motif bunga cempaka yang sering digunakan sebagai busana adat dalam upacara keagamaan.
Jika traveler sedang berkunjung ke Desa Tenganan dan ingin membawa pulang salah satu warisan budaya khas Desa Tenganan yang sangat autentik. Maka kain gringsing menjadi oleh-oleh mewah yang wajib traveler bawa pulang.
Simak Video “Nuanu Project, Objek Wisata Komplek Kultural di Pesisir Pantai Tabanan “
[Gambas:Video 20detik]
(fem/fem)