Jakarta –

Jalan Jaksa menyimpan kisah cinta beda negara. Jalinan asmara antara turis asing dengan warga lokal tumbuh di sana dulu.

Jalan Jaksa menjadi jujugan favorit turis asing di era. Pada 1993, Dinas Pariwisata Jakarta bahkan mencatat 57.201 wisatawan asing menetap di hotel dan hostel sepanjang Jalan Jaksa dan sekitarnya.

Asal turis asing ini beragam, mulai dari Eropa, Australia, hingga Amerika Serikat. Mereka umumnya menginap di Jalan Jaksa selama tiga hari.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemiilik Wisma Delima, pionir penginapan di Jalan Jaksa, Boy Lawalata, menyebut banyaknya bule ke Jalan Jaksa juga menjadi pangkal fenomena kawin campur di Jakarta. Dia bilang banyak bule yang tinggal di Jalan Jaksa akhirnya menikah dengan warga lokal.

“Banyak orang sini yang kenalan dengan bule. Akhirnya married,” kata Boy.

Untuk jumlahnya, Boy mengatakan bukan satu atau dua pasangan saja, tetapi cukup banyak. Hanya saja, ia tidak tahu pasti total pasangan yang lahir dari Jalan Jaksa ini.

“Ada yang bule dari Australia, Jepang, Eropa. Menikah dengan orang Kebon Sirih, orang Betawi,” kata dia.

Boy mengatakan setelah menikah mereka akan pergi ke negara asal si bule. Dia sempat menyebut salah satu warga Jalan Jaksa yang pindah ke Australia setelah menikah dengan pria Aussie.

“Tapi hidupnya beda, kan (di luar negeri). Ada yang kerasan, ada yang nggak,” ujarnya.

Memang, saking seringnya bule-bule berkeliaran di Jalan Jaksa, warga di sana sudah terbiasa dengan kehadiran mereka.

Percakapan dan interaksi pasti tak terhindarkan kala para turis tinggal di sana. Jadi, tak heran bila pada akhirnya turis-turis ini pulang ke negaranya dengan membawa gandengan baru.

Saat ini, Jalan Jaksa, yang berjarak sekitar 1 km di selatan Monas dan sebelah barat stasiun kereta api Gondangdia ,itu bukan lagi jujugan turis asing. Warung-warung tenda dan musik ingar-bingar, serta minuman beralkohol yang lekat dengan jalan itu sudah tidak ada lagi. Malam Minggu, yang dulu ramai, sejak sore hingga pagi, kini sepi. Wisma Delima juga telah berubah menjadi kos-kosan.

Perubahan Jalan Jaksa itu menjadi polemik. Sebab, jalan jaksa dianggap sebagai satu kearifan lokal Jakarta, sebuah kota megapolitan, tetapi menawarkan adanya interaksi turis dengan warga lokal tanpa memandang etnik dan strata sosial. Suasana itu membuat wisatawan seolah berada di rumah sendiri.

Jalan Jaksa kala itu mendobrak anggapan pariwisata berbasis komunitas hanya ada di pedesaan dan tidak akan bisa dibangun di kota. Sebab, masyarakat kota heterogen, majemuk, dan individualistik. Tetapi, nyatanya warga lokal (warlok) di Jalan Jaksa membuka pintu, menyajikan keramahan dan kesederhanaan buat orang asing.

Artikel Jalan Jaksa menyimpan kisah asmara buledanwarlok itu menjadi artikelterpopulerdetikTravel kemarin. Disusul oleh Pramugari: Pakai Sepatu di Pesawat, Jangan Dicopot! dan Berapa Paspor yang Dapat Kita Miliki? di urutan kedua dan ketiga. Melengkapi lima besar ada Calon Manten Prewedding Bikin Kebakaran Gunung Bromo Berpotensi Jadi Tersangka dan Wahana Bermain, yang Mandek dan Terbalik 30 Menit, Ditutup.

Berikut artikel terpopuler detikTravel Jumat (30/9/2023):

10. Jadi Desa Terbersih Sedunia, Begini Pengelolaan Sampah di Desa Penglipuran

Simak Video “Mengenal Museum MACAN, Oase di Tengah Tandusnya Permuseuman RI”
[Gambas:Video 20detik]
(fem/fem)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *