Jakarta –
Tempat menginap ini memang terlihat seperti penginapan biasa bagi warga lokal. Namun, keberadaannya sudah seperti resor atau hotel kelas atas karena tamu yang menginap adalah para bule.
Sekilas tak ada yang berbeda antara gubuk bambu di kaki Gunung Manangel, Cianjur ini dengan rumah warga. Namun jika diperhatikan lebih detail, penghuni gubuk bambu ini adalah turis asal Eropa. Kok bisa?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebuah rumah panggung sederhana berdinding anyaman bambu ini berdiri di Desa Pasir Banen, Cianjur, Jawa Barat. Rumah ini milik Andiyana Ari.
Pria asli Cianjur yang akrab disapa Ari ini sengaja membangun rumah sederhana yang telah setahun belakangan ia sewakan sebagai penginapan. Diberi nama Farmstay Manangel, Ari sering kedatangan tamu yang ingin liburan atau sekedar berkunjung melepaskan penat di kawasan pedesaan.
Uniknya, tamu di penginapan ini kebanyakan justru datang dari berbagai negara, mayoritas dari negara-negara di Benua Eropa. Sebut saja misalnya turis asal Belanda, Perancis, Jerman hingga Kanada menjadi langganan di penginapan milik Ari. Tamu lokalnya justru bisa dihitung jari.
“Kebanyakan memang turis dari luar negeri. Tamu lokalnya bisa dihitung jari,” ujar Ari yang mengelola penginapan ini bersama sahabatnya, Uyung.
Lebih lanjut, Ari mengaku baru 5 kali kedatangan tamu lokal, termasuk kami. Sementara turis mancanegara yang pernah singgah di penginapannya ini sudah tak terhitung jumlahnya.
Farmstay Manangel Cianjur (Foto: Devi Setya/detikcom)
Farmstay Manangel terdiri dari dua bangunan utama. Satu bangunan rumah panggung dan satu bangunan yang dijadikan area berkumpul sekaligus dapur.
Untuk penginapannya tersedia 2 kamar yang masing-masing berkapasitas 2 orang dengan kamar mandi terpisah berjarak kurang lebih 20 meter. Karena jumlah kamar yang terbatas ini, pengunjung harus adu cepat jika ingin merasakan sensasi tidur di rumah panggung tradisional khas masyarakat Cianjur ini.
Farmstay Manangel berlokasi di area yang tidak terlalu padat penduduk. Di dekat sini juga terhampar sawah padi dengan sistem pengairan terasering, sekilas mirip suasana di Ubud atau Tabanan, Bali.
Tak hanya itu, kawasan Pasir Banen ini juga memiliki tanah yang subur sehingga aneka sayuran dan buah bisa tumbuh di sini. Ketika musim panen buah tiba, pengunjung bisa merasakan serunya menikmati buah ataupun sayuran.
Oiya, menurut Ari, kawasan ini menjadi salah satu sentra produksi buah durian di Cianjur. Jadi, cocok banget untuk disambangi para penggemar durian.
Dengan suasana yang masih alami dan penuh kearifan lokal, tak heran jika banyak turis mancanegara yang betah berlama-lama di Cianjur. Karena merasa nyaman, para turis ini rata-rata menetap dalam waktu cukup lama, bahkan ada yang hitungan bulan.
Saat detikTravel berkunjung, kami bertemu dengan turis asal Belanda dan Jerman.
Farmstay Manangel Cianjur (Foto: Devi Setya/detikcom)Momen Makan Bersama
Ari dan Uyung punya konsep unik yang membuat tamu penginapan betah karena merasakan suasana kekeluargaan. Saat jam makan, baik makan siang atau malam, pengunjung akan diajak untuk masak dan makan bersama.
Bahkan Ari akan mengajak para turis belanja ke pasar sebelum mengolahnya menjadi hidangan hangat yang lezat. Atau terkadang membeli lauk matang yang siap disantap.
“Mereka seneng diajak ke pasar. Mereka nggak tahu cara bikin lotek, nggak tahu pasar tradisional di Indonesia kayak gimana. Jadi seneng mereka walaupun kadang panas atau becek. Menurut mereka itu menarik,” jelas Ari.
Benar saja, jelang makan siang, Nini yang berasal dari Jerman sangat antusias saat ikut ke pasar. Demikian pula saat menikmati sebungkus nasi Padang dengan lauk rendang, perkedel, jengkol balado, gulai nangka dan daun singkong.
Momen makan malam tak kalah seru. Ari dan Uyung mengajak para tamu berkumpul untuk masak bersama.
Bagi orang lokal, menu yang diolah sebenarnya sederhana, seperti ikan asin, ikan bakar atau tumis sawi, namun itu menjadi daya tarik bagi wisatawan asing. Hampir setiap hari ada pelengkap sambel, lalapan dan jengkol sebagai menu pelengkap.
Kalau mau lihat bule Jerman, Perancis atau Belanda ngulek sambel dan kupas jengkol, di sini tempatnya!
“Di Jerman, tidak ada pohon kelapa, tidak ada pohon mangga, tidak ada padi. Jadi di sini menarik sekali, saya sangat suka,” ujar Nini sambil sibuk mengupas jengkol. Sementara di sebelahnya ada sang suami yang asyik mengulek sambal terasi.
Selesai masak bersama, kami pun menikmati makanan bersama sambil berbincang ringan. Bertukar cerita tentang pekerjaan, tradisi dan budaya ataupun cerita tentang tempat-tempat wisata di Indonesia. Ari yang memiliki basic profesi sebagai pemandu wisata akan lihai menceritakan hal-hal menarik di Indonesia.
Dinginnya malam di Cianjur seolah menghangat karena obrolan ringan diselingi tawa.
Sumber air alami di Farmstay Manangel Cianjur (Foto: Devi Setya/detikcom)Pemandian dari Mata Air Alami
Ketika detikTravel berkunjung, Ari mengajak kami untuk menyusuri desa menuju kolam pemandian alami. Kolam ini bernama Saung Cikal, lokasinya tak jauh dari penginapan.
Jangan takut bosan atau lelah, selama perjalanan Ari akan menunjukkan aneka pohon yang tumbuh di desa ini. Mulai pohon vanila, pohon kapulaga, pohon lada, pohon aren bahkan pohon buah-buahan langka yang mulai sulit ditemui di kota. Seru!
Oiya jalur menuju kolam pemandian pun dipenuhi pohon rimbun, jadi tak usah takut tersengat panasnya sinar matahari, ya.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 20 menit, tibalah kami di kolam pemandian. Dua kolam sederhana dengan kedalaman berbeda. Satu kolam diperuntukkan bagi anak-anak.
Air di kolam pemandian ini berasal dari sumber mata air alami di Gunung Geulis, airnya super bening, dingin dan segar. Menurut Ari, para turis Eropa senang diajak berenang di kolam ini.
“Biasanya kalau tracking, turis Eropa akan kuat jalannya. Mereka bisa jalan 2-3 jam keliling desa, sawah, dan mereka senang. Setelah tracking, diajak berenang di sini. Mereka enjoy,” kata Ari.
Penasaran dengan serunya suasana pedesaan Cianjur dan ingin menikmati healing di desa bersama bule-bule Eropa? Yuk ke Farmstay Manangel. Tak perlu merogoh kocek dalam-dalam jika ingin bermalam di penginapan ini, harga yang dibanderol cukup terjangkau yakni sekitar 150 ribu per malam.
Simak Video “Peran Grand Mercure Bandung Setiabudi untuk Jabar Juara”
[Gambas:Video 20detik]
(dvs/msl)