Manggarai Barat –
Enam komodo hasil pengembangbiakan dilepas liar ke habitatnya. Komodo-komodo itu telah menjalani habituasi selama enam bulan.
Komodo itu dilepas ke Cagar Alam Wae Wuul, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu (23/9/2023). Komodo tersebut adalah hasil pengembangbiakan yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Timur (BBKSDA NTT) dengan menggandeng Taman Safari Bogor.
Pelepasliaran enam komodo ini merupakan program pentahelix konservasi sebagai gelaran puncak Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Founder sekaligus Direktur Taman Safari Indonesia (TSI), Jansen Manansang, menyebut TSI Bogor berkomitmen menjaga kelestarian komodo karena merupakan salah satu satwa yang dilindungi Undang-Undang.
“Kita menegaskan komitmen bersama KLHK RI dan PT Smelting untuk terus berupaya menjaga populasi Komodo atau Varanus komodoensis agar tetap lestari di Indonesia. Berbagai langkah konservasi dan habituasi telah kami lakukan dengan sangat serius agar populasinya tetap terjaga. Agar anak cucu kita bisa melihat Komodo sampai kelak nanti,” kata Jansen dalam keterangan resmi, Rabu (27/9).
Sementara itu, Group Head Life Sciences Taman Safari Indonesia (TSI), Drh. Bongot Huaso Mulia M.Sc menyebut keenam ekor komodo hasil pengembangbiakan TSI dengan dukungan PT. Smelting diterbangkan dari Bandara Soekarno Hatta pada Jumat (15/8) dengan pesawat Garuda Indonesia.
“Keenamnya menjalani proses habituasi selama kurang lebih satu bulan sebelum dilepas liarkan. Selama di Taman Safari Bogor keenamnya juga telah dilatih hidup di alam liar. Setelah dilepasliarkan akan dipasang GPS untuk memonitor pergerakan dan kondisi mereka di Cagar Alam Wae Wuul,” kata Bongot.
International Union for Conservation of Nature (IUCN) mengkategorikan komodo sebagai spesies terancam punah. Diperkirakan sekitar 4 ribu – 5 ribu ekor komodo hidup di alam liar. Populasi tersebut tersebar di pulau Rinca (1.300), Gili Motang (100), Gili Dasami (100), Komodo (1.700), dan Flores (sekitar 2.000).
Selain itu, ada kekhawatiran tersendiri mengenai populasi komodo betina. Diperkirakan dari total populasi, saat ini hanya tinggal 350 ekor betina produktif yang dapat berkembangbiak.
Karena kerentanan komodo di alam liar tersebut, membuat komodo yang dilepasliarkan dipasangkan GPS. GPS tersebut berguna untuk melacak kehidupan komodo di habitatnya selama tiga tahun setelah ia dilepas.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, Prof. Dr. Satyawan Pudyamoko melalui Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Genetik (KKHG) KLHK RI, Indra Exploitasia menyambut baik rencana pelepasliaran Komodo ini dan berharap hal itu dapat diikuti oleh lembaga konservasi lainnya.
“Upaya pelepasliaran Komodo ke habitatnya dari pengembangbiakan di Lembaga Konservasi seperti TSI, merupakan implementasi program ex situ linked to in situ, Semoga program ex situ linked to insitu ini dapat direplikasi keberhasilannya oleh Lembaga konservasi lain, dan Komodo yang dilepasliarkan dapat hidup dan berkembang biak dengan baik di habitat alaminya,” kata dia.
Simak Video “Populasi Komodo Betina di Indonesia Mulai Turun”
[Gambas:Video 20detik]
(wkn/fem)